Rupturligamentum regio lutut cukup sering kita dengar, baca, menyaksikan ataupun mungkin pernah mengalami kejadian ini. Kegiatan olahraga yang highimpact sering menjadi penyebab dari kasus cidera daerah lutut ini. Basket, Lari, Sepakbola, Beladiri adalah beberapa contohnya olahraga yang banyak peminatnya, tetapi dengan resiko tinggi kasus rupturligamentum daerah lutut.
Anatomi
Seperti kita ketahui, komponen utama sendi lutut manusia terdiri dari:
- komponen tulang : tulangpatella (tempurung lutut), permukaan distal tulang femur (paha), permukaan proximal dari tulang tibia (tulang kering), permukaan proximal tulang fibula (betis)
- komponen jaringan penunjang : ligamentum (patellae, cruciatum anterior dan posterior, ligamentumcollateral
medial dan lateral), bagian meniscus (lateral dan medial), synovialmembrane dan cairan synovial (sendi), komponen musculatum (otot), subcutis (lemak bawah kulit) dan cutis (kulit)
Penyebab
Beberapa kondisi dari aktifitas-aktifitas yang kita sebutkan di atas bersumbangsih dalam menimbulkan suatu kejadian rupturligamentum lutut, seperti : kurangnya pemanasan, gerakan yang salah, jatuh/ mendarat dengan posisi yang tidak sempurna, struktur anatomi penunjang lutut yang tidak diperkuat, gerakan memutar (pivot), melompat, berhenti secara mendadak, gerakan eksplosif lainnya, sampai dengan benturan/ trauma langsung di daerah lutut yang cukup banyak terjadi. Secara spesifik, kita akan menyoroti pada ruptur Anterior Cruciatum Ligamen (ACL) dan Posterior Cruciatum Ligamen (PCL) yang lebih sering kasusnya ditemukan. Ruptur ACL merupakan kasus yang lebih sering dibahas, dikarenakan prevalensinya yang lebih sering ditemukan, sedang ruptur PCL lebh sedikit ditemukan, tetapi keduanya memberikan dampak yang signifikan pada stabilitas lutut, terutama untuk mengembalikan fungsinya untuk gerakan-gerakan kompleks yang banyak dalam olahraga. Struktur PCL yang lebih tebal dari ACL kemungkinan besar bersumbangsih pada lebih sedikitnya kasus robekan pada PCL dibandingkan ACL.
Gejala dan Tanda
Ruptur ACL lebih memberikan gambaran gejala klinis yang nyata dibandingkan PCL, dimana gejala bengkakan sendi dan rasa nyeri lebih mudah ditemukan pada kasus-kasus ruptur ACL. Perbedaan lain yang timbul pada gejala dan tanda ruptur ACL atau PCL adalah sensasi suara “pop” yang biasanya lebih sering ditemukan pada pasien dengan ruptur ACL dibandingkan PCL. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan oleh dokter untuk kasus ruptur ACL dapat meliputi tes Lachman, Anterior Drawer Test dan tes Pivot Shift. Tes Lachman merupakan tes yang dilakukan untuk menilai instabilitas gerak sendi lutut dengan menilai gerakan abnormal ke arah depan dari tibia. Anterior Drawertest merupakan pemeriksaan yang menyerupai Lachmantest dengan perbedaan pada sudut flexi lutut yang berada pada 90°. Tes Pivot Shift lebih sulit dilakukan, dengan memposisikan lutut pada posisi ekstensi, valgus dan rotasi 20-30°, dimana tes ini berusaha membuktikan gerakan abnormal sendi lutut jika dicurigai ruptur ACL. Lelli’s test juga digunakan untuk menilai ACL, dengan memberikan bantalan di bawah betis pasien, lalu memberikan tekanan di bagian depan distal femur, test positif(curiga rupptur ACL) jika ujung kaki ikut bergerak dengan ke atas saat diberikan penekanan tadi. Pada ruptur PCL, tes yang dapat dilakukan adalah tes Posterior Drawer, yang merupakan kontra dari tes Lachman, dimana pemeriksa mengecek instabilitas lutut dengan menekan tibia ke arah posterior untuk menilai fungsi PCL. Tes lain adalah tes Posterior Sag, yaitu mengecek kestabilan lutut dengan membandingkan kedua lutut dari arah samping dengan posisi flexi 90°.
Macam Pemeriksaan Fisik Ruptur ACL dan PCL:
- Lachman Test
- Anterior Drawer Test
- Pivot Test
- Posterior Drawer Test
- Posterior Sag Test
- Lelli’s Test
A. Rontgen
Rontgen/Xray polos pada lutut lebih bermanfaat dalam menilai struktur tulang, sehingga baik untuk menilai adakah fraktur pada tulang, sekaligus dapat digunakan untuk menilai struktur stabilitas anatomi dari tulang-tulang yang membentuk sendi lutut serta menjadi marker untuk prosedur repairrupturligamentum yang akan direncanakan lebih lanjut. Salah satu indikator yang dapat digunakan sebagai petanda adanya ruptur ACL adalah SegondFracture (fraktur avulsi pada bagian aspek plataeu/condyluslateralistibia). Sedang pada ruptur PCL, dapat dicurigai dengan menilai ada tidaknya peningkatan posterior sag dengan posisi stressed knee position xray.
B. MRI
MRI saat ini menjadi modalitas pemeriksaan yang paling valid dalam menilai kondisi jaringan lunak / penunjang di daerah lutut. Kita dapat menilai ligamentum, meniscus serta jaringan kartilago yang ada di area injury dari lutut. Pada kasus injury ACL, dapat digunakan beberapa petanda untuk melihat sebuah kondisi robekan ACL, yaitu, diskontinuitas jaringan ACL, irregularitas sinyal MRI pada ACL, perubahan sudut ACL, penebalan (buckling) PCL, memar pada tulang (lateral femoralcondylus, lateral tibiaplateau). Sedang tanda seperti lesi/edema subchondral dapat menjadi petanda sebuah robekan yang kronik
Tata Laksana
Tatalaksana non operatif umumnya pada ruptur parsial. Lutut yang ligamentumnya terkena pada fase akut,
disarankan untuk dilakukan pembebatan dengan perban elastik, serta menghindari gerakan-gerakan yang dapat
memacu nyeri timbul karena dikhawatirkan dapat memperberat cidera yang ada. Tindakan operatif sering menjadi pilihan dikarenakan memang dapat memberikan hasil keluaran dari fungsi lutut dan ligametum yang kembali baik, terutama pada kasus rupture total ACL ataupun PCL. Proses pergantian ligamentum ACL/PCL diawali dengan mengambil pengganti ligamentum yang putus dari tendon hamstring ataupun tendon pattelar.
Artikel terkait: https://pantirapih.or.id/rspr/mri-magnetic-resonance-imaging/
Artikel ini ditulis oleh:
dr. John Hartono, Sp. KFR
(Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik RS Panti Rapih Yogyakarta)
Informasi Pelayanan :
Klinik Ortopedi & Traumatologi
Lantai 4 Gedung Rawat Jalan Borromeus RS Panti Rapih Yogyakarta
Pendaftaran :
Pendaftaran 24 Jam (0274) 514004 / 514006
Aplikasi PantiRapihKU (Play Store dan App Store)