Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan epidemi HIV/AIDS tercepat di Asia. Kasus pertama di Indonesia dilaporkan tahun 1987, dan sejak itu sampai tahun 2009, 3.492 orang meninggal karena penyakit ini. Tahun 2006, epidemi HIV/AIDS di Indonesia paling banyak terdapat di kalangan pengguna narkoba suntik (penasun) sehingga penanganan utama saat itu adalah bagaimana mengurangi dampak buruk pada penasun.
Awal tahun 2007 dilaksanakan pengurangan dampak buruk penularan melalui jarum suntik. Pada tahun 2010 prevalensi penasun sudah mulai menurun secara bermakna, namun mulai muncul kasus HIV pada ibu rumah tangga sehingga mulai diintensifkan upaya pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS). Sementara itu, tahun 2011, mulai terjadi peningkatan penularan dari Ibu positif HIV kepada bayi-bayi yang dilahirkan. Tahun 2012, ditegaskan agar penanggulangan HIV/AIDS tidak boleh dipisahkan dari prioritas nasional pencapaian Millenium Development Goals ke-6 (MDGs-6). Sejak itulah, mulai dikembangkan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas. Dimana pelayanan HIV/AIDS mulai dari upaya pencegahan, tes HIV sedini mungkin, sampai kepada pengobatan dapat dilaksanakan di tingkat Puskesmas. Data dari Ditjen PP & PL Kemenkes RI, sejak 1 April 1987 sampai dengan 30 September 2014 tercatat kasus HIV 150.296 dengan kasus AIDS 55.799. Dan jumlah ini terus meningkat. Strategic Use of ARV (SUFA) adalah terobosan terkini yang di perkenalkan pada pertengahan 2013. Dengan kebijakan baru ini, setiap orang yang rentan atau berisiko terinfeksi HIV ditawarkan untuk melakukan tes. Bila hasilnya positif akan langsung ditawarkan untuk pengobatan dengan ARV. Dalam implementasinya, SUFA menekankan pada TOP (Temukan, Obati dan Pertahankan).
Temukan artinya menawarkan tes HIV kepada semua orang yg memiliki perilaku berisiko, penawaran tes HIV rutin kepada ibu hamil, pasien TB, Hepatitis, Infeksi Menular Seksual (IMS), pasangan ODHA. Untuk populasi kunci yang status HIV nya masih negatif, dilakukan tes ulang minimal setiap 6 bulan. Obati yang Ditemukan, yaitu memberikan pengobatan bagi mereka yang sudah memenuhi kriteria yaitu: memulai pengobatan Antiretroviral (ARV) secara dini. Pertahankan yang diobati. Artinya, memastikan pasien patuh minum obat seumur hidup dengan memberikan pendampingan terutama pada awal pengobatan, serta memberikan dukungan yang tepat dari keluarga, komunitas, kelompok dukungan sebaya dan layanan kesehatan.
Upaya-upaya yang dilakukan kementrian kesehatan Indonesia untuk penanggulangan HIV sangat bermakna. Menteri Kesehatan RI yang pada saat itu dijabat oleh Ibu dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH mendapat apresiasi tingkat global pada kegiatan International Conference on AIDS 2014 di Australia. Peserta pertemuan terharu saat Ibu Menkes RI menyatakan sebuah kalimat, “Do we want to kill them or save them? Because the easiest thing is to kill them”.
Apakah HIV Itu?
HIV adalah singkatan dari human immunodeficiency virus, merupakan virus yang dapat menyebabkan acquired immunodeficiency syndrome atau AIDS. HIV menyerang sel pada sistem imun yang disebut sel CD4 atau sel T. Selanjutnya HIV merusak banyak sel CD4 sehingga kemampuan tubuh mengatasi infeksi menurun, namun sampai sekarang para ahli masih berjuang keras untuk mendapatkan obatnya dan masih memberikan harapan. Sementara itu dengan perawatan medis yang tepat, HIV dapat dikontrol. Antiretroviral therapy (ART) yang mulai digunakan sejak pertengahan 1990, secara dramatis dapat memperpanjang usia penderita HIV dan memperkecil risiko penularan. Sebelum era ART, orang yang terinfeksi HIV lebih cepat masuk ke stadium AIDS.
Tahapan HIV
HIV adalah penyakit yang progresif. Bila tidak ditangani penderita akan cepat masuk ke stadium AIDS. Terapi akan memperlama atau mencegah progresi dari satu tahapan ke
tahapan selanjutnya.
Cara Penularan HIV
Hanya cairan tertentu dari penderita yang terinfeksi HIV yang dapat menularkan virus ini, yaitu darah, semen (cum-ejakulasi), pre-seminal fluid (pre-cum), cairan rectum (anus), cairan vagina dan ASI (breast milk). Cairan ini harus kontak dengan membran mukosa atau jaringan yang rusak atau langsung masuk melalui jarum suntik (needle or syringe). Membran mukosa dapat dijumpai di rektum (anus), vagina penis dan mulut.
Apakah HIV bisa bertahan di luar tubuh?
HIV tidak bertahan lama bila di luar tubuh dan tidak bisa berreproduksi. HIV juga tidak menular melalui air atau udara, serangga termasuk nyamuk atau kutu, air liur, air mata atau keringat. Belum pernah ada laporan HIV tertular melalui ludah. Kontak biasa seperti bersalaman atau bebagi piring atau melalui dudukan toilet (toilet seats) juga tidak menularkan HIV.
Gejala Infeksi HIV
Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah terkena infeksi HIV atau tidak adalah dengan menjalani tes HIV. Hal ini disebabkan penderita HIV tidak selalu memiliki gejala, bahkan bisa sampai 10 tahun atau lebih tanpa gejala. Beberapa penderita HIV dilaporkan mengalami flu-like symptoms namun dengan derajat yang sangat berat (“the worst flu ever”) pada 2 sampai 4 minggu setelah paparan. Gejala yang muncul bisa berupa demam, pembesaran kelenjar limfe, sakit tenggorokan, dan kulit kemerahan. Gejala ini akan hilang dengan kisaran beberapa hari sampai beberapa minggu. Selama tahap ini, penderita HIV sangat infeksius dan dapat menularkannya ke orang lain.
Bagaimana Risiko Pekerja Kesehatan Tertular HIV Selama Bekerja?
Risiko pekerja kesehatan tertular virus HIV selama bekerja sangat kecil. Risiko utama penularan HIV adalah bila tertusuk jarum atau instrumen tajam lain yang terkontaminasi HIV, walaupun sebenarnya risiko ini juga kecil. Para ahli berpendapat, risiko tertular melalui jarum kurang dari 1%.
Pengobatan HIV
Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan infeksi. It can’t be cured but can be treated. Antiretroviral therapy (ART), secara dramatis dapat memperpanjang usia dan menurunkan risiko penularan. Sangat penting untuk dilakukan test HIV terutama orang yang berisiko sehingga terapi akan memberikan outcome yang baik. Tentu saja hal terpenting dan terbaik adalah menghindari risiko tertular.
Baca juga tautan berikut ini:
https://pantirapih.or.id/rspr/klinik-carlo-rs-panti-rapih-bagi-pasien-hiv-aids/
Artikel ini ditulis oleh:
dr. Dian Pratiwi, M.Sc., Sp.PD-KHOM
(Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Hematologi dan Onkologi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta)
Informasi Pelayanan :Â
Klinik Carlo
Lantai 1 Gedung Onder De Bogen RS Panti Rapih Yogyakarta
Pendaftaran :
Pendaftaran 24 Jam (0274) 514004 / 514006
Aplikasi PantiRapihKU (Play Store dan App Store)
![]() |
![]() |