Sampai saat ini stigma negatif tentang epilepsi atau ayan masih melekat di masyarakat. Sebagian besar masyarakat masih menganggap epilepsi adalah penyakit menular dan tak bisa disembuhkan.
“Dengan stigma itu, masyarakat cenderung menjauhi penderita epilepsi, dengan alasan takut tertular. Stigma masyarakat bahwa epilepsi bisa menular lewat air liur. Sehingga pada kasus penderita epilepsi saat terjadi serangan atau kejang orang takut mendekat atau memberi pertolongan dengan alasan takut tertular. Stigma tersebut berdampak pada keluarga dari penderita epilepsi yang menutup-nutupi keadaan, sehingga penderita epilepsi tidak bisa tertangani secara optimal . Banyak penderita epilepsi yang dikucilkan oleh lingkungan, terhambat karir dan kehidupan berumah tangganya.
Apa itu Epilepsi ?
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf tertua, ditemukan pada semua umur dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Penyakit Epilepsi atau ayan adalah suatu gangguan fungsi listrik otak yang ditandai oleh cetusan listrik secara berlebihan pada sekelompok atau sebagian besar sel-sel otak, sehingga bisa timbul kejang, perubahan perilaku sesaat dan berulang. Pada umumnya serangan atau bangkitan epilepsi ditandai dengan pingsan dan/ atau kejang secara berulang kali. Bangkitan lain selain kejang bisa tiba-tiba penderita bengong atau hilang kesadaran sesaat, mulut yang bergumam atau komat-kamit, sampai penderita berteriak sendiri. Gangguan pada pola aktivitas listrik otak saraf dapat terjadi karena beberapa hal. Baik karena kelainan pada jaringan otak, ketidakseimbangan zat kimia di dalam otak, ataupun kombinasi dari beberapa faktor penyebab tersebut.
Menurut data yang dikeluarkan International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 2016 jumlah penderita epilepsi di dunia mencapai 60 juta orang.
Di Negara berkembang, jumlahnya diperkirakan lebih tinggi dibandingkan di negara maju . Insiden epilepsi umumnya tinggi pada kelompok usia anak –anak dan lanjut usia, cenderung lebih tinggi pada pria daripada wanita. Data epidemiologi epilepsi di Indonesia masih terbatas. Estimasi penderita epilepsi di Indonesia adalah 1,5 juta dengan prevalesi 0,5-0,6% dari penduduk Indonesia. Frekuensi terjadinya epilepsi menurut usia di Indonesia juga sangat terbatas. Namun pada umumnya di negara berkembang sebaran penderita epilepsi banyak pada anak dan dewasa muda dibandingkan kelompok umur lainnya.
Kapan Seseorang didiagnosis Epilepsi ?
Seseorang dikatakan atau diagnosis epilepsi berdasarkan riwayat gejala klinis yang dialami oleh penderita. Hal ini diperoleh dari keterangan yang disampaikan oleh penderita sendiri, keluarga, atau orang terdekat yang menyaksikan saat penderita epilepsi mengalami bangkitan atau kejang. Epilepsi didiagnosis setelah seseorang mengalami sedikitnya dua kali bangkitan atau kejang-kejang yang tidak terkait dengan kondisi medis apa pun sebelumnya .Walaupun demikian tidak semua kejang dapat dikatakan sebagai epilepsi. Diagnosis epilepsi baru dapat ditegakkan setelah dilakukan wawancara medis lengkap, pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti ct scan kepala atau MRI kepala . Pemeriksaan EEG atau rekam otak dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan pada impuls atau aktivitas listrik / elektrik di dalam otak yang menjadi penyebab terjadinya kejang. Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala bertujuan untuk mengetahui adanya kelainan pada struktur otak sebagai penyebab epilepsi, ataupun penyebab sekundernya misalnya pada kasus tumor otak, stroke, infeksi otak, paska cedera kepala.
Apa Penyebab Epilepsi?
Epilepsi bisa terjadi pada semua usia, baik wanita atau pria. Berdasarkan penyebabnya, epilepsi dapat digolongkan menjadi:
- Epilepsi idiopatik, yaitu epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui.
- Epilepsi simptomatik, yaitu epilepsi yang terjadi akibat suatu penyakit yang menyebabkan kerusakan pada otak.
Pada sebagian besar kasus epilepsi, tidak diketahui penyebab pastinya. Epilepsi jenis ini dikenal sebagai epilepsi idiopatik atau epilepsi primer. Pada epilepsi jenis ini tidak ditemukan kelainan di otak yang dapat menyebabkan epilepsi.
Berbeda dengan epilepsi idiopatik, epilepsi simptomatik atau epilepsi sekunder merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan epilepsi simptomatik, di antaranya adalah cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak seperti meningitis atau ensefalitis.
Apa saja Faktor Pencetus Kejang ?
Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya kejang pada penderita epilepsi. Di antaranya adalah tidak mengonsumsi obat anti epilepsi (OAE) secara teratur, kurang tidur, kelelahan, terlambat makan, stress mengonsumsi obat yang mengganggu kinerja obat anti-epilepsi, demam tinggi, mengonsumsi minuman beralkohol atau NAPZA, saat menstruasi pada wanita, maupun kilatan cahaya.
Pengobatan Epilepsi
Tujuan utama pengobatan pada epilepsi adalah mengupayakan penderita epilepsi dapat hidup normal dan tercapai kualitas hidup optimal. Harapannya adalah penderita epilepsi bisa bebas kejang. Dengan pemberian obat anti anti epilepsi (OAE) dapat mencegah terjadinya kejang sehingga penderita dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara normal dengan mudah dan aman. Banyak penderita Penyakit yang mengalami penurunan frekuensi kejang atau bahkan tidak mengalami kejang sama sekali selama bertahun-tahun setelah menjalani pengobatan dengan obat anti epilepsi (OAE). Setiap penderita epilepsi perlu selalu diingatkan tentang pentingnya pengobatan yang disiplin dan teratur .
Masih banyak presepsi di masyarakat bahwa penyakit epilepsi tidak bisa disembuhkan. Padahal, penyakit epilepsi bisa diobati atau bisa terkontrol dengan obat anti epilepsi (OAE). Keluarga penderita epilepsi atau penderita epilepsi masih sering menanyakan apakah anak saya atau saya bisa sembuh? Dengan pengobatan tepat dan sesuai, penyakit epilepsi dapat terkontrol dengan obat anti epilepsi (OAE) dan bahkan sebagian bisa sembuh sempurna tanpa harus minum obat lagi. Penderita epilepsi akan mendapatkan obat rutin berupa obat anti epilepsi (OAE) yang harus diminum setiap hari. Sehingga sering timbul banyak pertanyaan sampai kapan obat harus diminum? Obat anti epilepsi (OAE) harus diminum rutin dan bisa dihentikan dengan syarat tertentu. Penghentian obat anti epilepsi (OAE) dilakukan secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5 tahun bebas kejang dan hasil rekam otak atau EEG normal.
Pembedahan Otak/ Bedah epilepsi
Penelitian di pelbagai negara menunjukkan bahwa 60-80% epilepsi dapat diatasi dengan pemberian obat anti epilepsy (OAE). Sehingga masih ada sekitar 20-40% pennderita epilepsi yang sulit dikendalikan dengan obat anti epilepsi (OAE) . Penderita epilepsi yang sulit dikendalikan dengan obat anti epilepsi disebut sebagai epilepsi intractable atau refrakter atau kebal terhadap obat anti epilepsi (OAE). Penderita sudah diberikan beberapa kombinasi obat anti epilepsi lebih dari 2 macam dan dosis sudah maksimal, tetapi kejangnya masih belum bisa terkontrol, maka terapi bedah epilepsi dapat dijadikan pilihan pengobatan. Tindakan pembedahan otak atau bedah epilepsi dikerjakan oleh seorang dokter spesialis bedah saraf. Sebelum pelaksanaan tindakan pembedahan, seorang penderita epilepsi akan dilakukan serangkaian tes untuk menilai layak atau tidaknya penderita dilakukan tindakan pembedahan. Tidak semua penderita epilepsi bisa dilakukan pembedahan otak atau bedah epilepsi.
Bedah Epilepsi terbukti memberi manfaat berupa bebas kejang pada 70% orang dengan epilepsi refrakter, dan hanya 20% lainnya mengalami perbaikan dan berubahnya bentuk serangan menjadi lebih ringan. Selain itu setelah dilakukan bedah epilepsi obat yang diminum bisa dikurangi atau lebih minimal.
Bahaya Dari Penyakit Epilepsi
Epilepsi perlu penanganan dengan tepat untuk menghindari terjadinya situasi yang dapat membahayakan jiwa. Serangan atau kejang pada penderita epilepsi dapat terjadi kapanpun dan di manapun, di tempat-tempat yang tidak terduga sehingga dapat membuat penderita berisiko mengalami cedera kepala atau patah tulang akibat terjatuh saat kejang atau tenggelam. Selain bahaya cedera, penderita epilepsi dapat mengalami komplikasi seperti kejang yang lama atau status epileptikus dan kematian mendadak.
Pertolongan Pertama Pada Kejang
Apa yang dapat kita lakukan apabila kebetulan kita berada dekat penderita epilepsi yang sedang mengalami kejang :
- Posisikan pasien yang kejang di tempat aman dan datar, jauhkan benda-benda keras yang dapat melukai pasien
- Minta pertolongan orang sekitar untuk menghubungi tenaga kesehatan terdekat
- Pakaian atau baju dilonggarkan agar memudahkan pernafasan
- Badan pasien dimiringkan untuk mengeluarkan cairan dari mulut
- Jangan menahan gerakan pasien saat kejang
- Hindari posisi tubuh telungkup karena akan menghambat pasien bernapas
- Dampingi penderita sampai kejang berhenti
- Hindari memberikan makan atau minum
- Hindari menaruh sendok atau benda lain ke dalam mulut pasien
Hari Epilepsi Sedunia
Purple Day for Epilepsy Awareness Day atau Hari Epilepsi Sedunia merupakan suatu gerakan internasional yang didedikasikan untuk meningkatkan kesadaran mengenai penyakit epilepsi ke seluruh dunia, yang dirayakan setiap tanggal 26 Maret setiap tahunnya dengan memakai atribut berwarna ungu. Kenapa purple? Karena warna ungu adalah refleksi dari bunga lavender yang menjadi lambang internasional untuk epilepsi. Bunga lavender juga memiliki simbol kesendirian, yang mewakili para penyandang epilepsi yang seringkali merasa terisolasi karena kondisi mereka.
Perayaan Purple Day untuk memperingati Hari Epilepsi Sedunia, sebagai tanda menumbuhkan rasa kepedulian kita terhadap penderita epilepsi. Perayaan Purple Day diharapkan bisa menyadarkan masyarakat untuk tidak mengucilkan penderita epilepsi dan menghapus stigma negatif tentang epilepsi, yang selama ini beredar di masyarakat. Selain itu kegiatan ini untuk mendorong para penyandang epilepsi dan keluarga untuk berani tampil dan mengembangkan potensi terbaik mereka.
Selamat Hari Epilepsi Sedunia!
Artikel ini ditulis oleh: dr. Michael Agus, SpS
(Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta)